![]() |
Sawit Tidak Jahat | Dok.Pribadi |
Isu-isu negatif begitu
bertubi-tubi dialamatkan kepada industri sawit nasional. Sebuah kampanye yang
juga dikenal sebagai " Kampanye Hitam Kelapa Sawit" telah lama didengungkan
terutama oleh Uni Eropa untuk menjatuhkan sawit Indonesia. Mulai dari isu
kelapa sawit yang tidak ramah lingkungan, terjadinya deforestasi, pemanasan
global hingga kerusakan lingkungan seakan menjadi senjata utama mereka untuk
menggiring pemahaman publik.
Publik seakan terhipnotis
dengan kampanye yang telah mereka gencarkan. Memandang sawit sebagai sebuah
petaka bagi lingkungan hidup dan mereka yang menyebarkan kampanye dianggap
sebagai pahlawan terhadap perlindugan lingkungan hidup.
Tudingan demi tudingan
dilontarkan kepada sawit, baik dengan atau tanpa data yang menyertainya.
Sebut saja tudingan
terkait kelapa sawit yang berkontribusi pada penambahan dan perusakan hutan.
Padahal faktanya, berdasarkan studi, penggunaan lahan sawit di hutan produksi
hanya mencapai 3 % dari total perkebunan sawit yang ada. Sedangkan sisanya
ditanam di lahan terlantar 43 %, lahan terdegradasri 27 %, lahan pertanian 14
%, dan lahan hutan tanaman industri 13 %.
![]() |
Luas Penggunaan Lahan Sawit | BPBD |
Sawit juga sering
dikaitkan dengan isu pemanasan global, padahal fakta menunjukkan kontribusi
terbesar dari meningkatnya emisi gas rumah kaca adalah konsumsi energi dari
bahan bakar fosil. Pertanian hanya menyumbang sekitar 14 % saja. Bahkan dengan
produk hilirisasi sawit berupa biodiesel
yang sekarang sedang naik daun, Indonesia dapat mencapai target 23 % bauran
energi nasional dari EBT (Energi baru terbarukan).
Akhir-akhir ini sawit
juga dituduh sebagai penyebab utama deforestasi hutan di Indonesia. Namun jika
bercermin dari sejarah, Deforestasi sudah berlangsung sebelum tahun 1960-an dan
puncaknya terjadi pada 1980-an hingga 1990-an, yaitu pada saat transmigrasi dan
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berkembang pesat. Sedangkan sawit muncul jauh
sesudah kerusakan hutan terjadi, yakni setelah tahun 2000-an.
Yang lebih mengejutkan
lagi, ternyata penyebab utama deforestasi justru datang dari pihak negara maju
yang selama ini menentang keras kelapa sawit. Berdasarkan studi yang dilakukan
Climate Focus 2016, pemicu terbesar deforestasi adalah industri pengolahan daging
dan yang kedua adalah kedelai, sementara produk sawit dan kahu hanya sedikit
berperan dalam kondisi hilangnya hutan, atau hanya sekitar sepersepuluh dari
industri daging.
Sebagai mahasiswa yang
dituntut untuk berpikiran kritis saya bertanya-tanya kenapa kampanye hitam ini
sangat gencar dilakukan.
Bukankah sawit telah
menyediakan tumpuan hidup bagi 16,2 juta orang tenaga kerja?
Perlu diketahui, Sawit
juga menyerap banyak tenaga kerja. Setiap ha kebun sawit yang sudah beroperasi
membutuhkan 0,2 HKP (hari kerja pria) per harinya. Artinya, jika terjadi
pengembangan kebun sebesar 400.000 ha setiap tahunnya, maka minimal jumlah
tenaga kerja yang bisa diserap adalah 80.000 KK setiap tahunnya. Bayangkan,
jika setiap tahunnya Indonesia menghasilkan sebanyak 200.000 angkatan kerja baru
maka lebih dari 30 % dari mereka bisa diserap di sektor perkebunan kelapa
sawit. Sebuah solusi yang benar-benar di berada di depan mata, namun sering
dipandang sebelah mata pikirku.
Disaat amerika mengatakan
minyak kedelai lebih baik dari kelapa sawit, tetapi data mengatakan sebaliknya.
Kelapa sawit jauh lebih efisien dan produktif dibandingkan dengan tanaman
penghasil minyak nabati lainnya. Satu hektar lahan dapat menghasilkan 4,17
metrik ton kelapa sawit per tahun, dibandingkan dengan 0,56 ton minyak bunga
matahari, 0,39 ton minyak kedelai dan 0,16 ton minyak kacang tanah.
Sawit juga dikenal
sebagai tanaman yang punya rantai diversifikasi yang Panjang dan luas, ada
lebih dari 200 produk turunan sawit yang bernilai ekonomis. Benar-benar potensi
yang sangat besar jika Indonesia mampu memanfaatkanya dengan baik.
Akhir kata, Kelapa Sawit
bukanlah sebuah musibah malah ia adalah anugrah terindah dari Tuhan kepada
Indonesia. Indonesia tidak lemah, Indonesia hebat jika sawit kuat. Satu-satunya
dosa sawit adalah ia tidak tumbuh di Eropa, ia hanya tumbuh di surga dunia
tempat dimana kita berpijak sekarang.
Sawit digdaya, sampai kapanpun kan digdaya
ReplyDelete